Kaisar Napoleon Bonaparte (lahir di pulau Korsika, 15 Agustus 1769 – meninggal 5 Mei 1821
pada umur 51 tahun) berasal dari sebuah keluarga bangsawan lokal dengan
nama Napoleone di Buonaparte (dalam bahasa Korsika, Nabolione atau
Nabulione). Di kemudian hari ia mengadaptasi nama Napoléon Bonaparte
yang lebih berbau Perancis.
Napoleon Bonaparte adalah anak kedua dari tujuh bersaudara. Ia lahir di Casa Bounaparte, di kota Ajaccio, Korsika, pada tanggal 15 Agustus 1769, satu tahun setelah kepulauan tersebut diserahterimakan Republik Genova kepada Perancis.[1] Ia lahir dengan nama Napoleone di Bounaparte, namun ia mengubah namanya menjadi Napoléon Bonaparte yang lebih berbau Perancis.[note 1]
Keluarga Bounaparte adalah keluarga bangsawan yang berasal dari Italia, yang pindah ke Korsika di abad ke-16/[3] Ayahnya, Nobile Carlo Bounaparte, seorang pengacara, pernah menjadi perwakilan korsika saat Louis XVI berkuasa di tahun 1777. Ibunya bernama Maria Letizia Ramolino. Ia memiliki seorang kakak, Joseph; dan 5 adik, yaitu Lucien, Elisa, Louis, Pauline, Caroline, dan Jérôme. Napoleon di baptis sebagai katolik beberapa hari sebelum ulang tahunnya yang kedua, tepatnya tanggal 21 Juli 1771 di Katerdal Ajaccio.[4]
Kebangsawanan, kekayaan, serta koneksi keluarganya yang luas
memberikan Napoleon kesempatan yang luas untuk belajar hingga ke jenjang
yang tinggi.[5] Pada bulan Januari 1779, Napoleon didaftarkan pada sebuah sekolah agama di Autun, Perancis, untuk belajar bahasa Perancis, dan pada bulan Mei ia mendaftar di sebuah akademi militer di Brienne-le-Château.
Di sekolah, ia berbicara dengan logat Korsika yang kental sehingga ia
sering dicemooh teman-temannya; memaksanya untuk belajar.[6] Napoleon pintar matematika, dan cukup memahami pelajaran sejarah dan geografi.[7] Setelah menyelesaikan pendidikannya di Brienne pada 1784, Napoleon mendaftar di sekolah elit École Militaire di Paris. Di sana ia dilatih menjadi seorang perwira artileri.
Ketika bersekolah di sana, ayahnya meninggal. Ia pun dipaksa
menyelesaikan sekolah yang normalnya memakan waktu dua tahun itu menjadi
satu tahun. Ia diuji oleh ilmuwan terkenal Pierre-Simon Laplace, yang di kemudian hari ditunjuk oleh Napoleon untuk menjadi anggota senat.
Karier militer
Ia menjadi siswa di Akademi Militer Brienne tahun 1779
pada usia 10 tahun, kecerdasannya membuat Napoleon lulus akademi di
usia 15 tahun. Karier militernya menanjak pesat setelah dia berhasil
menumpas kerusuhan yang dimotori kaum pendukung royalis dengan cara yang
sangat mengejutkan: menembakkan meriam di kota Paris dari atas menara. Peristiwa itu terjadi tahun 1795 saat Napoleon berusia 26 tahun. Berbagai perang yang dimenangkannya diantaranya melawan Austria dan Prusia.
Pada masa kejayaannya, Napoleon Bonaparte menguasai hampir seluruh dataran Eropa baik dengan diplomasi maupun peperangan. Diantaranya adalah Belanda dengan diangkatnya adiknya Louis Napoleon,Spanyol dengan diangkatnya Joseph Napoleon, Swedia dengan diangkatnya Jenderal Bernadotte sebagai raja yang kemudian melakukan pengkhianatan, sebagian besar wilayah Italia yang direbut dari Austria dan Polandia dengan diangkatnya Joseph Poniatowski sebagai wali negara Polandia.
Napoleon Bonaparte menikahi seorang janda bernama Joséphine de Beauharnais,
kehidupan perkawinan Napoleon penuh dengan ketidakpercayaan dan
perselingkuhan diantaranya perselingkuhan Napoleon dengan gadis Polandia Maria Walewska
sampai akhirnya Joséphine menjadi istri yang setia. Karena usianya yang
lebih tua, Joséphine tidak memberikan keturunan pada Napoleon yang
kemudian diceraikannya. Kemudian menikah lagi dengan Putri Kaisar
Austria Marie Louise putri dari Kaisar Francois I yang mengikat persekutuan Austria dan Perancis yang dilakukan Kaisar Austria atas nasihat perdana menteri Matternich untuk menyelamatkan negaranya. Pernikahan itu berakhir dengan kekalahan Napoleon yang pertama dengan jatuhnya kota Paris akibat diserang Rusia, Austria dan Prusia serta dibuangnya Napoleon ke pulau Elba. Marie Louise sendiri dibawa pulang oleh ayahnya ke Wina.
Peperangan
Dalam organisasi militer, Napoleon mengenalkan istilah korps, yang
terdiri atas kumpulan divisi. Pembentukan korps ini juga didukung oleh
besarnya pendaftaran tentara yang mengakibatkan jumlah tentara menjadi
membengkak, sehingga diperlukan suatu kesatuan tentara yang lebih besar
dari divisi.
Napoleon juga dikenal dengan penggunaan artileri secara besar-besaran
untuk menghancurkan tentara musuh, ketimbang menggunakan tentara
infantri secara langsung. Dalam pemilihan artileri, Napoleon memilih
artileri yang memiliki mobilitas tinggi agar bisa mendukung taktik
manuver yang sering digunakannya dalam pertempuran. Salah satu artileri
yang sering digunakan adalah meriam Sistem Tahun XI yang sebenarnya lebih merupakan inovasi dari meriam Sistem Gribeauval.
Kritik
Namun tidak semua peperangan berhasil dimenangkannya. Kegagalan dalam menginvasi daratan Mesir yang akibatnya berhadapan dengan kekuatan Inggris, Mamluk dan Utsmani. Meski di daratan gurun, Napoleon sukses mengalahkan tentara gabungan Utsmani dan Mamluk dalam Pertempuran Piramida, tetapi beberapa hari kemudian armada Perancis dikalahkan oleh armada Inggris di bawah pimpinan Laksamana Horatio Nelson di Teluk Aboukir. Armada Horatio Nelson untuk kedua kalinya berhasil mengalahkan armada Perancis. Kali ini pada pertempuran laut di Trafalgar antara armada Perancis-Spanyol yang dipimpin oleh Admiral Villeneuve dengan armada Britania Raya yang dipimpin oleh Laksamana Nelson meskipun Nelson gugur dalam pertempuran ini (terkena tembakan sniper Perancis).
Kegagalan dalam menginvasi Rusia karena ketangguhan dan kecerdikan strategi Jenderal Mikhail Kutuzov dan Tsar Aleksandr I dalam menghadapi pasukan Perancis dengan memanfaatkan musim dingin Rusia yang dikenal mematikan serta pengkhianatan Raja Swedia, Jendral Bernadotte. Strategi Rusia dalam hal ini adalah membakar kota Moskwa ketika Napoleon berhasil menaklukkan kota itu setelah melewati pertempuran melelahkan di Borodino dan mengharapkan sumber logistik baru. Kekalahan di Rusia diulangi lagi oleh Adolf Hitler dari Jerman pada Perang Dunia II.
Kekalahan yang mengakhiri kariernya sebagai Kaisar Perancis setelah melarikan diri dari Pulau Elba dan memerintah kembali di Perancis selama 100 hari adalah kekalahan di Waterloo ketika berhadapan dengan kekuatan Inggris yang dipimpin Duke of Wellington, Belanda oleh Pangeran van Oranje dan Prusia yang dipimpin oleh General Blücher serta persenjataan baru hasil temuan Jendral Shrapnel dari Inggris, yang mengakibatkan dia dibuang ke Pulau Saint Helena sampai wafatnya.
(sumber: wikipedia)
No comments:
Post a Comment