Saturday, September 7, 2013

Asal Usul Condet, Cililitan dan Cawang

Daerah cagar budaya Betawi yang lama, meliputi tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Batuampar, Kampung Tengah (dahulu disebut Kampung Gedong), dan Balekambang, termasuk wilayah Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur. Nama Condet berasal dari nama sebuah anak sungai CiLiwung, yaitu Ci Ondet. Ondet, atau ondeh, atau ondeh-ondeh, adalah jenis pohon yang nama ilmiahnya Antidesma diandrum Sprg., termasuk famili Antidesmaeae, semacam pohon buni, yang buahnya biasa dimakan.
Data tertulis pertama yang menyinggung-nyinggung Condet adalah catatan perjalanan Abraham van Riebeeck, sewaktu masih menjadi Direktur Jendral VOC di Batavia (sebelum menjadi Gubernur Jenderal). Dalam catatan tersebut, pada tanggal 24 September 1709 Van Riebeck beserta rombongannya berjalan melalui anak sungai Ci Ondet: "Over mijn lant Paroeng Combale, Ratudjaja, Depok, Sringsing naar het hooft van de spruijt Tsji Ondet", ... (De Haan 1911:320).
Keterangan kedua terdapat dalam surat wasiat Pangeran Purbaya, yang dibuat sebelum berangkat ke pembuangan di Nagapatman, disahkan oleh Notaris Reguleth tertanggal 25 April 1716. Dalam surat wasiat itu antara lain tertulis, bahwa Pangeran Purbaya menghibahkan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada anak-anak dan istrinya yang ditinggalkan (De Haan, 1920:250).
Keterangan ketiga, adalah Resolusi pimpinan Kompeni di Batavia tertanggal 8 Juni 1753, yaitu keputusan tentang penjualan tanah di Condet seluas 816 morgen (52.530ha), seharga 800 ringgit kepada Frederik Willem Freijer. Kemudian, kawasan Condet menjadi bagian dari tanah partikelir Tandjoeng Oost, atau Groeneveld (De Haan 1910:51).

Cililitan :
Kawasan Cililitan dahulu terbentang dari sungai Ciliwung di sebelah barat, sampai sungai Cipinang di sebelah timur. Sebelah selatan berbatasan dengan kawasan Kampung Makasar dan Condet, di sebelah utara berbatasan dengan kawasan Cawang. Bagian sebelah barat Jl. Dewi Sartika sekarang, sebatas simpangan Jl. Kalibata, biasa disebut Cililitan Kecil, sedangkan yang terletak di sebelah timur Jl. Raya Bogor, dikenal dengan nama Cililitan Besar. Dewasa ini nama Cililitan dijadikan nama kelurahan, Kelurahan Cililitan, Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.
Nama Cililitan diambil dari nama salah satu anak sungai Cipinang. Dewasa ini anak sungai tersebut sudah tidak ada lagi bekas-bekasnya. Kata ci, adalah bahasa Sunda, yang mengandung arti "air sungai". Lilitan lengkapnya lilitan-kutu, adalah nama semacam perdu yang bahasa ilmiahnya Pipturus velutinus Wedd., termasuk famili Urticeae. Pada pertengahan abad ke-17 kawasan Cililitan merupakan bagian dari tanah partikelir Tandjoeng Oost, ketika masih dimiliki oleh Pieter van der Velde. Kemudian menjadi Lapangan Udara Halim Perdanakusumah, lapangan udara tersebut biasa disebut Lapangan Udara (vliegeld, kata orang Belanda).
 
Cawang:
Sebuah toponim di Jakarta Timur, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur, yang diduga berasal dari nama seorang letnan Melayu yang mengabdi pada Kompeni, bernama End Awang (Awang mungkin panggilan akrab dari Anwar). Lama-kelamaan sebutan Encang Awang berubah menjadi Cawang. Letnan Encang Awang adalah bawahan dari Kapten Wan Abdul Bagus, yang bersama pasukannya bermukim di kawasan yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Melayu, sebelah selatan Jatinegara.
Kurang jelas, apakah sebagian atau seluruhnya, pada tahun 1759 menurut De Haan, Cawang sudah menjadi milik Pieter van den Velde, di samping tanah-tanah miliknya yang lain seperti Tanjung timur atau Groeneveld, Cikeas, Pondokterong, Tanjungpriok, dan Cililitan. Pada awal abad ke20 Cawang pernah menjadi buah bibir, karena di sana bermukim seorang pesilat beraliran kebatinan, bernama Sairin, alias bapak Cungak. Sairin dituduh oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai dalang kerusuhan di Tangerang pada tahun 1924. Di samping itu, ia pun dinyatakan terlibat dalam pemberontakan Entong Gendut, di Condet tahun 1916. Condet pada waktu itu termasuk bagian tanah partikelir Tanjung OOSI.
Hits: 415

No comments:

Post a Comment