Ketika Kang Parkir Lihat Soto Ayam
Di pinggir jalan aku berdiri,
menjaga motor-motor yang tak tahu aku lapar.
Dari kejauhan, wangi soto ayam lewat,
menampar hidungku lebih keras dari angin bulan November.
Ku lihat mangkoknya beruap,
ada koya, sambal, dan daging yang berenang bahagia.
Sementara aku, cuma berenang dalam lamunan,
tentang tanggal tua dan utang rokok di warung depan.
Si pembeli duduk santai,
menyendok rasa hidup tanpa pikir parkir.
Aku tersenyum pura-pura kuat,
padahal perutku sudah protes seperti klakson bajaj.
Ah, soto ayam…
engkau bukan sekadar makanan,
engkau simbol ketimpangan sosial di jam makan siang.
Tapi sudahlah—
aku jaga lagi motor si pembeli,
semoga uang parkir seribu ini cukup,
buat beli harapan besok pagi.
No comments:
Post a Comment