Daerah cagar budaya Betawi yang
lama, meliputi tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Batuampar, Kampung Tengah
(dahulu disebut Kampung Gedong), dan Balekambang, termasuk wilayah
Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur. Nama Condet
berasal dari nama sebuah anak sungai CiLiwung, yaitu Ci Ondet. Ondet,
atau ondeh, atau ondeh-ondeh, adalah jenis pohon yang nama ilmiahnya Antidesma diandrum Sprg., termasuk famili Antidesmaeae, semacam pohon buni, yang buahnya biasa dimakan.
Data tertulis pertama yang menyinggung-nyinggung Condet
adalah catatan perjalanan Abraham van Riebeeck, sewaktu masih menjadi
Direktur Jendral VOC di Batavia (sebelum menjadi Gubernur Jenderal).
Dalam catatan tersebut, pada tanggal 24 September 1709 Van Riebeck
beserta rombongannya berjalan melalui anak sungai Ci Ondet: "Over mijn
lant Paroeng Combale, Ratudjaja, Depok, Sringsing naar het hooft van de
spruijt Tsji Ondet", ... (De Haan 1911:320).
Keterangan kedua terdapat dalam surat
wasiat Pangeran Purbaya, yang dibuat sebelum berangkat ke pembuangan di
Nagapatman, disahkan oleh Notaris Reguleth tertanggal 25 April 1716.
Dalam surat wasiat itu antara lain tertulis, bahwa Pangeran Purbaya
menghibahkan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada anak-anak dan istrinya yang ditinggalkan (De Haan, 1920:250).
Keterangan ketiga, adalah Resolusi
pimpinan Kompeni di Batavia tertanggal 8 Juni 1753, yaitu keputusan
tentang penjualan tanah di Condet seluas 816 morgen (52.530ha), seharga 800 ringgit kepada Frederik Willem Freijer. Kemudian, kawasan Condet menjadi bagian dari tanah partikelir Tandjoeng Oost, atau Groeneveld (De Haan 1910:51).
Cililitan :
Kawasan Cililitan
dahulu terbentang dari sungai Ciliwung di sebelah barat, sampai sungai
Cipinang di sebelah timur. Sebelah selatan berbatasan dengan kawasan
Kampung Makasar dan Condet, di sebelah utara berbatasan dengan kawasan
Cawang. Bagian sebelah barat Jl. Dewi Sartika sekarang, sebatas
simpangan Jl. Kalibata, biasa disebut Cililitan Kecil, sedangkan yang terletak di sebelah timur Jl. Raya Bogor, dikenal dengan nama Cililitan Besar. Dewasa ini nama Cililitan dijadikan nama kelurahan, Kelurahan Cililitan, Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.
Nama Cililitan diambil dari nama salah satu anak sungai Cipinang. Dewasa ini anak sungai tersebut sudah tidak ada lagi bekas-bekasnya. Kata ci, adalah bahasa Sunda, yang mengandung arti "air sungai". Lilitan lengkapnya lilitan-kutu, adalah nama semacam perdu yang bahasa ilmiahnya Pipturus velutinus Wedd., termasuk famili Urticeae. Pada pertengahan abad ke-17 kawasan Cililitan
merupakan bagian dari tanah partikelir Tandjoeng Oost, ketika masih
dimiliki oleh Pieter van der Velde. Kemudian menjadi Lapangan Udara
Halim Perdanakusumah, lapangan udara tersebut biasa disebut Lapangan
Udara (vliegeld, kata orang Belanda).
Cawang:
Sebuah toponim di Jakarta Timur,
Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur, yang diduga berasal dari nama
seorang letnan Melayu yang mengabdi pada Kompeni, bernama End Awang
(Awang mungkin panggilan akrab dari Anwar). Lama-kelamaan sebutan Encang
Awang berubah menjadi Cawang.
Letnan Encang Awang adalah bawahan dari Kapten Wan Abdul Bagus, yang
bersama pasukannya bermukim di kawasan yang sekarang dikenal dengan nama
Kampung Melayu, sebelah selatan Jatinegara.
Kurang jelas, apakah sebagian atau seluruhnya, pada tahun 1759 menurut De Haan, Cawang
sudah menjadi milik Pieter van den Velde, di samping tanah-tanah
miliknya yang lain seperti Tanjung timur atau Groeneveld, Cikeas,
Pondokterong, Tanjungpriok, dan Cililitan. Pada awal abad ke20 Cawang
pernah menjadi buah bibir, karena di sana bermukim seorang pesilat
beraliran kebatinan, bernama Sairin, alias bapak Cungak. Sairin dituduh
oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai dalang kerusuhan di Tangerang
pada tahun 1924. Di samping itu, ia pun dinyatakan terlibat dalam
pemberontakan Entong Gendut, di Condet tahun 1916. Condet pada waktu itu
termasuk bagian tanah partikelir Tanjung OOSI.
Hits: 415
No comments:
Post a Comment