Candu
Candu adalah tumbuhan yang tidak boleh ditanam di Indonesia walaupun sebelum Perang
Dunia II ada orang Jawa yang memeliharanya sebagai tanaman hiasan.
Tanaman yang punya nama latin Papaver somniferum dan termasuk suku
Papaveraceae (deruju-derujuan) ini tingginya bisa mencapai 1,5 m.
Akarnya seperti gelendong, batang berongga dengan cabang yang sedikit.
Daunnya tumbuh berseling, memeluk batang, berbentuk bundar telur jorong
dengan tepi bergerigi dan bergelombang. Bunganya besar, berwarna putih
keunguan atau ungu kemerahan, banyak benang sarinya, dan mudah luruh.
Tumbuhan ini mengandung marfina, kodeina,tebaina, papaverina, noskapina,
narkotaIin, asam, zat lilin, dan enzim. Karena senyawa yang
dikandungnya maka pemakaiannya harus di bawah pengawasan dokter. Candu bisa diolah dalam bentuk sirup, tepung, ekstrak, maupun cairan.
Candu sebenarnya sudah dikenal sejak lama. Bahkan sebelum kedatangan VOC, candu
sudah merupakan komoditas yang diperdagangkan di pelabuhan Sunda
Kelapa, Jakarta. Pada awal berdirinya Kompeni, para kapiten Cina diberi
mandat memungut pajak candu. Sebagai contoh, Mayor Oei Tiong Ham diberi monopoli menjual candu di Semarang, Yogyakarta, Solo, dan Surabaya. Konglomerat ini mendapat keuntungan 18 juta gulden dari perdagangan candu.
Jumlah yang kala itu sangat besar. VOC pun, setelah berhasil
menancapkan kakinya di pulau Jawa, pernah mengadakan perjanjian dengan
Sultan Amangkurat II untuk memonopoli candu
di Mataram. Setahun kemudian ada perjanjian dengan kesultanan Cirebon.
Diperkirakan dari 1619 (saat JP Coen mulai berkuasa) hingga 1799 (masa
akhir VOC), tiap tahun VOC memasok rata-rata 56 ton candu ke Jawa. Para pedagang Cina berperan sebagai perantara dalam bisnis haram ini. Dalam perdagangan candu,
para pejabat VOC, sebagai upaya mengeruk keuntungan sebesar-besarnya,
telah menciptakan sebuah organiasi "Opium Society". Tidak heran, sampai
1880 pajak perdagangan candu merupakan salah satu penghasilan terbesar bagi kas keuangan pemerintah kolonial Belanda.
No comments:
Post a Comment