Wednesday, November 5, 2025

Hai Kamu!

Hai Kamu! Aku Ingin Mencintaimu Apa Adanya

Karya: Tiny BM
Hai Kamu!

Hai kamu,
yang datang tanpa rencana,
membawa senyum kecil
yang entah bagaimana bisa menenangkan luka.

Aku tak ingin mengubahmu jadi siapa-siapa,
aku hanya ingin duduk di sampingmu,
mendengar kisahmu yang biasa-biasa saja,
karena di situlah aku menemukan keindahan—
pada hal-hal kecil yang tak dibuat-buat.

Aku ingin mencintaimu apa adanya,
tanpa syarat, tanpa perlu alasan,
seperti laut mencintai pantai,
meski ia tahu akan selalu kembali memeluk luka yang sama.

Aku ingin memelukmu bukan karena aku takut kehilangan,
tapi karena aku ingin kau tahu,
di dunia yang penuh pura-pura,
ada satu hati yang memilih jujur padamu.

Hai kamu,
biarkan aku tetap di sini,
menjadi angin lembut di sore hari,
menyentuhmu perlahan,
tanpa ingin memiliki,
hanya ingin mencintai—
apa adanya. 💫

<

Monday, November 3, 2025

Tari Saman: Aceh’s Legendary Dance

Saman Dance


**Blog Post**

The Saman dance, often hailed as the legendary dance of Aceh, is more than a performance—it’s a living thread in the cultural fabric of Indonesia’s westernmost province. Originating from the Gayo highlands, this UNESCO-recognized masterpiece blends rapid synchronized movements, rhythmic clapping, and poetic chants into a spectacle that captivates audiences worldwide. In this post, we explore its history, significance, and enduring legacy.

### Origins and Historical Context
Saman traces its roots to the 13th or 14th century, attributed to Sheikh Saman, a Sufi scholar who used the dance as a medium for spreading Islamic teachings. Performed exclusively by men in its traditional form, it later evolved to include women, reflecting Aceh’s adaptive cultural resilience. The dance emerged in the Gayo Lues region and gained prominence during Aceh’s Islamic sultanate era, serving both religious and communal purposes.

### The Performance: Precision in Motion
A Saman ensemble typically features 10 to 20 dancers seated in a straight line on the floor. What sets it apart is the lightning-fast coordination:  
- **Hand claps** and **chest slaps** create intricate percussion.  
- **Body sways** and **head movements** form hypnotic patterns.  
- **Vocal chants** (in Gayo or Aceh language) deliver poems of praise, advice, or folklore.  

No musical instruments are used—the human body becomes the orchestra. The lead dancer, or *sheikh*, guides the tempo, while the group responds in perfect unison, achieving speeds that seem almost superhuman.

### Cultural and Spiritual Significance
In Acehnese society, Saman is performed during:  
- **Religious ceremonies** (e.g., *maulid* celebrations for the Prophet’s birthday).  
- **Weddings** and **harvest festivals**.  
- **Diplomatic events** to showcase Acehnese identity.  

The dance embodies *adat* (custom) and *syariat* (Islamic law), promoting values like unity, discipline, and humility. Its inclusion in UNESCO’s Intangible Cultural Heritage list in 2011 underscored its global importance.

### Saman in the Modern Era
Despite the 2004 Indian Ocean tsunami’s devastation, Saman became a symbol of Aceh’s recovery. Today:  
- **Schools** teach it as part of the curriculum.  
- **International festivals** feature Acehnese troupes.  
- **Tourism campaigns** highlight Saman to attract visitors to Banda Aceh and Takengon.  

Contemporary adaptations include fusion performances with modern music, though purists preserve the traditional form.

### Why Saman Endures
The dance’s hypnotic rhythm and communal spirit transcend language barriers. It’s a testament to Aceh’s ability to preserve identity amid historical upheavals—from colonial rule to natural disasters. Watching a Saman performance isn’t just entertainment; it’s an immersion in a culture that sings, claps, and moves as one.


Sunday, November 2, 2025

Punya Uang 1 Triliun

 Seandainya Uang Satu Triliun Itu Beneran Cair ke Rekeningku 😄💸

Pagi itu, aku buka aplikasi mobile banking seperti biasa —
niatnya cuma mau lihat saldo sebelum beli nasi uduk.
Eh, tiba-tiba mataku melotot:
Saldo: Rp1.000.000.000.000,00.
Aku kira salah ketik, tapi enggak — itu beneran SATU TRILIUN RUPIAH.

Aku langsung berdiri panik — bukan karena senang,
tapi takut dituduh korupsi tanpa jabatan.
Sumpah, aku cuma rakyat biasa,
bukan pejabat, bukan crazy rich, bukan juga mantan bendahara partai.

Tapi dasar manusia,
rasa takut cuma bertahan lima menit,
setelah itu langsung buka Tokopedia.
“Apa ya yang kira-kira bisa bikin hidup lebih bahagia?”
Dalam sepuluh menit,
aku sudah punya 30 barang di keranjang —
mulai dari gitar klasik impor sampai mesin pembuat kopi yang bisa nyanyi.

Sorenya, semua tetangga mendadak akrab.
Yang dulu gak pernah nyapa tiba-tiba bilang,
“Bang, saya dulu pernah bantuin nyapu depan rumah abang lho.”
Tiba-tiba semua orang jadi punya hubungan darah denganku.
Ada yang ngaku sepupu jauh,
ada yang ngaku pernah jadi kucing peliharaanku waktu SD.

Besoknya, aku pergi ke bank,
mau tanya ini uang dari mana.
Petugasnya cuma senyum dan bisik:
“Pak, sistemnya lagi error, tapi kalau bapak mau tarik sedikit, boleh aja.”
Ya jelas aku tarik lah…
sekitar dua juta aja dulu, buat nasi uduk super jumbo.

Seminggu kemudian, uang itu hilang.
Katanya dikoreksi sistem.
Kembali saldo jadi seratus tiga belas ribu,
dan aku kembali ke dunia nyata —
dengan satu pelajaran penting:
Uang satu triliun bisa hilang, tapi utang di warung tetap tercatat di mpok Minah. 😃

Manfaat Taichi untuk Kesehatan Fisik dan Mental di Era Modern

Manfaat Taichi untuk Kesehatan Fisik dan Mental di Era Modern

Diterbitkan pada 4 November 2025

Orang berlatih Taichi di taman pagi hari

Di tengah gempuran gaya hidup serba cepat, stres kerja, dan polusi udara, banyak orang mencari cara alami untuk menjaga kesehatan. Salah satu yang semakin populer adalah Taichi (atau Tai Chi Chuan), seni bela diri Tiongkok kuno yang lebih mirip meditasi bergerak daripada pertarungan keras.

Apa Itu Taichi?

Taichi berasal dari Tiongkok pada abad ke-13, dikembangkan oleh Zhang Sanfeng sebagai kombinasi filosofi Taoisme, pengobatan tradisional, dan teknik bela diri. Gerakannya lambat, mengalir, dan terkoordinasi dengan pernapasan dalam. Tidak seperti olahraga intens, Taichi fokus pada chi atau energi vital tubuh.

Manfaat Taichi untuk Tubuh

  • Meningkatkan Keseimbangan & Koordinasi: Studi dari Harvard Medical School menunjukkan Taichi mengurangi risiko jatuh hingga 43% pada lansia.
  • Memperkuat Otot & Sendi: Gerakan melingkar melatih otot inti tanpa beban berat, ideal untuk penderita arthritis.
  • Meningkatkan Sistem Imun: Penelitian di Journal of Alternative Medicine menemukan praktisi Taichi memiliki antibodi lebih tinggi terhadap virus.
  • Menurunkan Tekanan Darah: Efektif setara yoga dalam mengontrol hipertensi (American Heart Association).

Manfaat untuk Kesehatan Mental

Taichi adalah bentuk mindfulness in motion. Pernapasan diafragma yang dalam mengaktifkan sistem saraf parasimpatis, sehingga:

  1. Mengurangi hormon kortisol (stres).
  2. Meredakan gejala depresi dan kecemasan (meta-analisis di BMJ).
  3. Meningkatkan kualitas tidur hingga 30 menit lebih lama per malam.

Cara Memulai Taichi di Rumah

Tidak perlu kelas mahal. Ikuti langkah sederhana ini:

  1. Pemanasan: Putar bahu dan pinggang 10 kali.
  2. Postur Dasar: Berdiri rileks, lutut sedikit ditekuk, tangan di sisi tubuh.
  3. Gerakan Awal: Angkat tangan perlahan sambil tarik napas, turunkan sambil hembuskan (ulangi 10x).
  4. Durasi: Mulai 10 menit/hari, naikkan bertahap.

Gunakan video YouTube dari master seperti Dr. Paul Lam untuk panduan visual.

Kesimpulan

Taichi bukan sekadar olahraga, tapi investasi jangka panjang untuk hidup berkualitas. Di era gadget dan deadline, 15 menit Taichi setiap pagi bisa jadi penyelamat kesehatan Anda. Mulai hari ini—tubuh dan pikiran Anda akan berterima kasih!

Bagikan artikel ini jika bermanfaat! 👇

Seandainya punya uang satu Triliun

Seandainya Aku Punya Uang Satu Triliun – Cerpen Lucu Satir Tentang Kaya Mendadak

Seandainya Aku Punya Uang Satu Triliun – Cerpen Lucu Satir Tentang Kaya Mendadak

Pagi itu aku terbangun bukan karena suara ayam, tapi karena bunyi notifikasi: “Saldo Anda bertambah Rp1.000.000.000.000,00.”

Awalnya kupikir ini prank. Mungkin bank sedang bosan dan ingin bermain-main dengan nasib orang kecil sepertiku. Tapi setelah kulihat berulang kali, itu benar-benar satu triliun — bukan seratus ribu yang salah baca nolnya.

Aku bengong. Kopi di tangan hampir tumpah, dan untuk pertama kalinya aku berkata pada diri sendiri dengan nada percaya diri: “Mulai hari ini, aku bisa beli Indomie tanpa lihat harga.”

BAB I – Virus Triliun

Kabar itu cepat menyebar. Entah siapa yang membocorkan, mungkin server bank sendiri. Tiba-tiba WA-ku penuh pesan. Ada yang menulis, “Bro, inget gak dulu aku pernah traktir lo cilok?” Ada yang lain bilang, “Bang, aku masih single, tapi bisa kok diajak ke Bali kapan aja.”

Aku mulai populer. Tukang parkir depan rumah mendadak manggilku “Bos”, dan anak-anak kecil lewat sambil nyanyi, “Om Triliun! Om Triliun!” Awalnya aku panik, tapi kemudian aku mulai menikmati status sosial ini. Kupanggil petugas PLN, kubayar tagihan listrik 10 tahun ke depan. Kusumbangkan uang ke masjid, ke panti asuhan, bahkan ke warung depan rumah — walau ibu warung cuma terharu sambil bilang, “Mas, sambalnya tetap gratis ya.”

BAB II – Efek Samping Kaya Mendadak

Hari kedua, aku sudah mulai belanja besar. Beli gitar klasik dari Spanyol, beli kucing Persia meski aku alergi bulu, dan beli treadmill supaya bisa olahraga (yang akhirnya kujadikan gantungan baju).

Lalu aku punya ide: buka bisnis keren — “HaiNana Fried Rice” versi Sultan! Setiap nasi goreng dibungkus daun emas tipis, sajinya di piring porselen, dan tagline-nya: “Rasa Lembut, Gurihnya Bikin Tenang, Tapi Harganya Bikin Deg-Degan.” Sayangnya, pelanggan pertama bilang, “Bang, rasanya sih enak, tapi Rp500.000 sepiring kayaknya bisa buat catering nikahan.” Aku tersenyum kecut. Uang memang bisa beli panci baru, tapi gak bisa beli selera rakyat.

BAB III – Dunia Baru

Minggu berikutnya aku pindah ke rumah megah. Punya kolam renang, taman mini, dan patung diriku sendiri (hasil pesan online, sayang mirip Thanos). Tiap pagi aku makan roti Perancis, minum kopi Italia, tapi tetap rindu teh manis dari warung sebelah.

Teman-temanku berubah. Yang dulu nongkrong sambil ngutang gorengan, sekarang datang pakai jas, bawa proposal bisnis. Katanya, “Bro, ini proyek masa depan! Tinggal tanda tangan, cuan langsung!” Tapi anehnya, setiap proyek masa depan itu justru bikin aku gak punya masa depan.

BAB IV – Triliun yang Menguap

Suatu sore, aku ke bank untuk memastikan uangku aman. Petugasnya kelihatan gugup. Setelah beberapa klik di komputernya, dia menatapku dengan wajah lembut tapi menusuk: “Maaf, Pak… sistem kemarin salah input. Uangnya bukan milik Bapak.”

Aku nyaris pingsan. Kupikir ini bagian dari film, tapi sayangnya tak ada kamera tersembunyi. Dalam lima menit, aku turun dari status “Sultan” jadi “Sobat Miskin Plus Nostalgia.” Saldo di rekeningku kini Rp113.742. Lucunya, aku masih harus bayar cicilan gitar impor yang baru tiba kemarin.

BAB V – Kembali ke Kopi Hitam

Malamnya aku duduk di teras, menatap bintang sambil menyeruput kopi sachet. Anehnya, rasanya lebih nikmat dari espresso Rp300.000 di mall mewah. Mungkin karena sekarang aku sadar: kekayaan itu bukan angka di rekening, tapi kemampuan tertawa di tengah kesialan.

Keesokan harinya aku kembali ke warung ibu itu. Beliau senyum, “Mas yang dulu traktir satu RT ya? Mau sambal lebih?” Aku jawab, “Iya, Bu. Sekarang sambal aja deh, uangnya udah balik ke langit.” Kami tertawa. Dan entah kenapa, untuk pertama kalinya, aku merasa benar-benar kaya — walau cuma dengan sepiring nasi goreng, dan sambal gratis yang tulus dari hati. ❤️

 Judul: Seandainya Uang Satu Triliun Itu Beneran Cair ke Rekeningku

(Cerpen satir lucu dan sedikit nyindir kehidupan orang kaya mendadak) 😄💸


Pagi itu aku terbangun bukan karena suara ayam,
tapi karena bunyi notifikasi: “Saldo Anda bertambah Rp1.000.000.000.000,00.”

Awalnya kupikir ini prank.
Mungkin bank sedang bosan dan ingin bermain-main dengan nasib orang kecil sepertiku.
Tapi setelah kulihat berulang kali,
itu benar-benar satu triliun — bukan seratus ribu yang salah baca nolnya.

Aku bengong.
Kopi di tangan hampir tumpah,
dan untuk pertama kalinya aku berkata pada diri sendiri dengan nada percaya diri:
“Mulai hari ini, aku bisa beli Indomie tanpa lihat harga.”


BAB I – Virus Triliun

Kabar itu cepat menyebar.
Entah siapa yang membocorkan, mungkin server bank sendiri.
Tiba-tiba WA-ku penuh pesan.
Ada yang menulis, “Bro, inget gak dulu aku pernah traktir lo cilok?”
Ada yang lain bilang, “Bang, aku masih single, tapi bisa kok diajak ke Bali kapan aja.”

Aku mulai populer.
Tukang parkir depan rumah mendadak manggilku “Bos”,
dan anak-anak kecil lewat sambil nyanyi,
“Om Triliun! Om Triliun!”

Awalnya aku panik,
tapi kemudian aku mulai menikmati status sosial ini.
Kupanggil petugas PLN, kubayar tagihan listrik 10 tahun ke depan.
Kusumbangkan uang ke masjid, ke panti asuhan, bahkan ke warung depan rumah —
walau ibu warung cuma terharu sambil bilang,
“Mas, sambalnya tetap gratis ya.”


BAB II – Efek Samping Kaya Mendadak

Hari kedua, aku sudah mulai belanja besar.
Beli gitar klasik dari Spanyol,
beli kucing Persia meski aku alergi bulu,
dan beli treadmill supaya bisa olahraga (yang akhirnya kujadikan gantungan baju).

Lalu aku punya ide:
buka bisnis keren — “HaiNana Fried Rice” versi Sultan!
Setiap nasi goreng dibungkus daun emas tipis,
sajinya di piring porselen, dan tagline-nya:
“Rasa Lembut, Gurihnya Bikin Tenang, Tapi Harganya Bikin Deg-Degan.”

Sayangnya, pelanggan pertama bilang,
“Bang, rasanya sih enak, tapi Rp500.000 sepiring kayaknya bisa buat catering nikahan.”
Aku tersenyum kecut.
Uang memang bisa beli panci baru, tapi gak bisa beli selera rakyat.


BAB III – Dunia Baru

Minggu berikutnya aku pindah ke rumah megah.
Punya kolam renang, taman mini, dan patung diriku sendiri (hasil pesan online, sayang mirip Thanos).
Tiap pagi aku makan roti Perancis, minum kopi Italia,
tapi tetap rindu teh manis dari warung sebelah.

Teman-temanku berubah.
Yang dulu nongkrong sambil ngutang gorengan,
sekarang datang pakai jas, bawa proposal bisnis.
Katanya, “Bro, ini proyek masa depan! Tinggal tanda tangan, cuan langsung!”
Tapi anehnya, setiap proyek masa depan itu justru bikin aku gak punya masa depan.


BAB IV – Triliun yang Menguap

Suatu sore, aku ke bank untuk memastikan uangku aman.
Petugasnya kelihatan gugup.
Setelah beberapa klik di komputernya, dia menatapku dengan wajah lembut tapi menusuk:
“Maaf, Pak… sistem kemarin salah input. Uangnya bukan milik Bapak.”

Aku nyaris pingsan.
Kupikir ini bagian dari film, tapi sayangnya tak ada kamera tersembunyi.
Dalam lima menit, aku turun dari status “Sultan” jadi “Sobat Miskin Plus Nostalgia.”
Saldo di rekeningku kini Rp113.742.
Lucunya, aku masih harus bayar cicilan gitar impor yang baru tiba kemarin.


BAB V – Kembali ke Kopi Hitam

Malamnya aku duduk di teras,
menatap bintang sambil menyeruput kopi sachet.
Anehnya, rasanya lebih nikmat dari espresso Rp300.000 di mall mewah.
Mungkin karena sekarang aku sadar:
kekayaan itu bukan angka di rekening, tapi kemampuan tertawa di tengah kesialan.

Keesokan harinya aku kembali ke warung ibu itu.
Beliau senyum,
“Mas yang dulu traktir satu RT ya? Mau sambal lebih?”
Aku jawab, “Iya, Bu. Sekarang sambal aja deh, uangnya udah balik ke langit.”

Kami tertawa.
Dan entah kenapa, untuk pertama kalinya,
aku merasa benar-benar kaya —
walau cuma dengan sepiring nasi goreng,
dan sambal gratis yang tulus dari hati. 


Saturday, November 1, 2025

Wanita Pertama Penerbang Pesawat Tempur TNI AU

 JAKARTA - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara atau TNI AU membuka sejarah baru dalam instansinya pada 2020 lalu dengan melantik Letda Pnb Ajeng Tresna Dwi Wijayanti menjadi penerbang tempur wanita pertama.

Baca juga : TNI AU Akhirnya Miliki Penerbang Tempur Perempuan

Lantas, siapakah Ajeng Tresna Dwi Wijayanti ini?

Ajeng Tresna Dwi Wijayanti merupakan wanita kelahiran Jakarta, 25 September 1995. Sebelumnya, dia merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) tahun 2018. Setelah itu, dia melanjutkan pendidikannya ke sekolah Penerbang Terpadu dan lulus pada 2020.

Setelah resmi dilantik menjadi penerbang tempur TNI AU, dia ditempatkan di Skadron Udara 15 Wing Udara 3 Lanud Iswahjudi Magetan yang mengoperasikan pesawat tempur T50i Golden Eagle.


Dikutip dari pemberitaan Sindonews sebelumnya, putri pasangan Kolonel Sus Prayitno dan Wiwi Sundari ini menjelaskan alasannya memilih menjadi seorang penerbang pesawat tempur. Ajeng sendiri mengatakan bahwa dirinya sudah membulatkan tekad untuk menjadi seorang Fighter, karena sebelumnya para instruktur memberikan motivasi besar setelah melihat kemampuan fisik dan bakat yang dimilikinya.


Baca juga : Letda Pnb Ajeng Tresna Jadi Penerbang Tempur Perempuan Pertama TNI AU


Profil Letda Pnb Ajeng Tresna Dwi Wijayanti, Penerbang Tempur Wanita Pertama di TNI AU


Sebelum menjadi seorang anggota TNI AU, Ajeng Tresna Dwi Wijayanti dulunya pernah menjadi anggota Paskibraka Nasional. Tepatnya pada tahun 2011.


Dikutip dari situs TNI Angkatan Udara, tak lama setelah berada di Skadron Udara 15, dia bergabung dengan Skadron 17 padi akhir Desember 2020.


Dalam sebuah kesempatan, Ajeng terlibat sebuah misi penerbangan yang diawasi langsung oleh Kepala Staf TNI AU saat itu, yaitu Marsekal TNI Fadjar Prasetyo. Penerbangan tersebut dipimpin Letkol Pnb Sunar Adi Wibowo dengan penerbang kedua Kapten Pnb Arie S. Andreas serta penerbang ketiga Letda Pnb Ajeng Tresna Dwi Wijayanti.


Dalam misi tersebut, Ajeng disiapkan sebagai penerbang ketiga dan mendapat perhatian dari Kasau. Bahkan, sebelumnya Kasau bertanya kenapa Ajeng tidak dijadikan penerbang utama.


Setelah itu, Ajeng Tresna Dwi Wijayanti disiapkan menjadi penerbang utama saat kembali ke Lanud Halim Perdanakusuma. Sedangkan Letda Ajend bertugas sebagai copilot.

Friday, October 25, 2013

2 Ular Raksasa Muncul Di California Pertanda Gempa Dahsyat?

California : Dua oarfish raksasa ditemukan di pantai California, Amerika Serikat hanya selang beberapa hari. Baru-baru ini ikan mirip ular sepanjang 4,3 meter ditemukan di kota Oceanside, 5 hari setelah penemuan spesimen yang lebih besar (5,5) meter di Pulau Santa Catalina.
Temuan dua makhluk yang dijuluki 'ular laut' itu memicu rumor di media sosial. Sebagian pengguna internet mengaitkannya dengan pertanda gempa.

 Terutama terkait mitos di Jepang yang mengaitkan penampakan oarfish yang langka dengan aktivitas tektonik.

Thursday, October 24, 2013

Ilmuwan Temukan Pohon Berkadar Emas

Heboh Penemuan Pohon Berbalut 'Emas'CANBERRA - Ilmuwan Australia mengonfirmasi temuan partikel emas pada daun di tanaman 'eucalyptus'. Menurut tim ilmuwan, munculnya partikel emas ini karena tanaman menyerap mineral tertentu yang terkubur beberapa meter di bawah tanah.



Dilansir Independent, (23/10/2013), uang tidak bisa tumbuh pada pohon atau tanaman. Namun, emas rupanya bisa 'tumbuh' menurut tim ilmuwan yang mengonfirmasi kehadiran mineral pada daun tanaman tersebut.
Peneliti yang berbasis di Australia menemukan partikel emas tersembunyi dalam dedauan pohon eucalyptus. Ini menunjukkan bahwa endapan emas juga terkubur beberapa meter di bawahnya.
Butiran emas kabarnya tumbuh dalam daun kira-kira seperlima diameter rambut manusia, atau lima kali lebih tipis dari rambut manusia. Temuan ciri daun tersebut memberikan kesempatan unik untuk eksplorasi mineral.
Ahli Geokimia dari Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRPO) Australia mengatakan, pohon eucalyptus di Australia Barat menyusun partikel emas dari Bumi melalui sistem akar. Kemudian, tanaman ini menyimpannya di daun dan cabang-cabang mereka.
Meskipun jumlah yang ditemukan kecil, kehadiran mereka bisa menunjukkan deposit bijih emas yang terkubur hingga puluhan meter di bawah tanah. Selain itu, tanaman ini juga bisa menunjukkan adanya bijih emas yang terpendam dengan usia hingga 60 juta tahun.
Penulis studi, Mel Lintern mengatakan, tim menggunakan detektor Maia dari CSIRO. Detektor ini merupakan mesin yang menggunakan sinar-X untuk menyelidiki objek secara detail, yakni menemukan partikel emas.
Alat ini juga mampu menghasilkan gambar emas yang ditemukan di daun, kulit batang serta ranting pohon. "Tanaman eucalypt bertindak sebagai pompa hidrolik, akarnya memperpanjang hingga puluhan meter ke dalam tanah dan mengangkat air yang mengandung emas," pungkas Lintern.

Sunday, October 13, 2013

Sejarah Budaya Depok

Berkas:Tugu selamat datang dikota depok.jpgKota Administratif berjarak 20 km dari pusat kota Jakarta, dan 37 km dari Bogor. Sejak dulu telah terbangun komunitas orang Belanda di Depok, yang disebut Belanda Depok dan anak-anaknya mendapat julukan sinyo.Hal ini berkait sejarah awal abad ke-18, ketika Comelis Chastelein, petinggi VOC dan tuan tanah Depok, meninggal dunia pada tahun 1714 dan meninggalkan wasiat agar menghibahkan tanah Depok seluas 1.224 hektar kepada para budaknya. Dengan syarat mengganti agama mereka menjadi Kristen Protestan. Keturunan para budak inilah yang dapat kita jumpai di Depok Lama. Meskipun julukan Belanda Depok ini tidak menyenangkan, tapi tidak tersinggung bila disebut keturunan budak.

Tuesday, October 8, 2013

Jose Mujica, Presiden Termiskin Di Dunia

MONTEVIDEO — Sebagian besar politisi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, biasanya memiliki gaya hidup yang berbeda 180 derajat dengan rakyat pemilihnya. Tinggal di rumah mewah, pakaian mahal, mobil mewah, dan gaji besar. Namun, semua hal itu tidak berlaku bagi Presiden Uruguay, Jose Mujica. Sejak dilantik menjadi presiden pada 2010 lalu, politisi berusia 77 tahun ini layak mendapat gelar presiden termiskin di dunia.

Bagaimana tidak, pria bernama lengkap José Alberto Mujica Cordano ini mendonasikan 90 persen gajinya setiap bulan, yaitu 12.000 dollar AS atau hampir Rp 120 juta, untuk berbagai kegiatan amal. Tak hanya itu, pria yang oleh kawan-kawannya dipanggil Pepe ini juga menolak tinggal di kediaman resmi kepresidenan di ibu kota, Montevideo. Mujica lebih memilih tinggal di tanah pertanian di luar ibu kota. Bahkan, jalan menuju kediaman Mujica belum dilapisi aspal.

Monday, October 7, 2013

Candu

encyclopedia/a59f84a86adbdfff4984b44e162f5c56_1Candu adalah tumbuhan yang tidak boleh ditanam di Indonesia walaupun sebelum Perang Dunia II ada orang Jawa yang memeliharanya sebagai tanaman hiasan. Tanaman yang punya nama latin Papaver somniferum dan termasuk suku Papaveraceae (deruju-derujuan) ini tingginya bisa mencapai 1,5 m. Akarnya seperti gelendong, batang berongga dengan cabang yang sedikit. Daunnya tumbuh berseling, memeluk batang, berbentuk bundar telur jorong dengan tepi bergerigi dan bergelombang. Bunganya besar, berwarna putih keunguan atau ungu kemerahan, banyak benang sarinya, dan mudah luruh. Tumbuhan ini mengandung marfina, kodeina,tebaina, papaverina, noskapina, narkotaIin, asam, zat lilin, dan enzim. Karena senyawa yang dikandungnya maka pemakaiannya harus di bawah pengawasan dokter. Candu bisa diolah dalam bentuk sirup, tepung, ekstrak, maupun cairan.

History in Jakarta

encyclopedia/3309417a193f76149d03df9bfa03f468
Hotel Cavadino
With the full name Comad Alexader Willem Cavadino, owner of  Cavadino & Co., also manager of an inn at Sociteit Militer Concordia in Waterlooplein. In addition, he was also the treasurer of the Catholic Church wealth management institution in Batavia (1863-1870). His businesses included restaurants, cooking utensils, as well as convections (1863-1871). The Cavadino building is located at the corner of Rijswijk (Veterans Jl.) and Citadelweg (Jl. Veteran I). In front of the building there is a bridge known by the name Cavadino Bridge. The restaurant was then refurbished into a luxury building for the Cavadino Hotel (1872), while the shop was located in front of the hotel. Based on an advertisement in 1894, this shop offered a bonbon candy, chocolate, cosmetics, cigarettes, wine, beer, and liquor from the Netherlands, Havana, and Manila. In 1899, The Cavadino Hotel changed its name to Hotel du Lion d'Or. In  1941 it changed into Park Hotel, and in the mid-1950s its name changed  to Sriwijaya Hotel, a two star hotel  owned by the Indonesian Air Force. It is the oldest existing hotel in Jakarta, despite the changes and renovations on the building.

Rijswijk
Today, it is known as Jalan Veteran. Intersecting Jalan Majapahit, it used to be part of Kanaal Molenvliet in the south (1648). In the 17th Century, a small fort was built to secure the south end of Molenvliet and Noordwijk. In the early 19th Century, this area still had a small population. There were only a few natives and Chinese people. However, after some time, from the time of the British occupation, it developed into an elite European residential area. In fact, Raffles in 1812 ordered for the homes of the natives to Rijswijk to be demolished.
Along the road, the colors were more European with various buildings such as the home of Raffles which later became Hotel der Nerlanden, the official residence of the Dutch Indies Governor General (1820-1879), Harmonie Building, Grand Hotel Java, Woodbury & Page photo studio, Cavadino Building, Van Arcken & Co, V. Olislaeger & Co, Wilcke Pharmacy, Pouligner Store, and Duret optic. This region lost its elite nuances after the heart of Jakarta city was moved to Jalan Thamrin. 

Palace of Daendels
encyclopedia/a6e5aa8739d2168fce63d571a34ac85aPalace of Daendels is located on the east side of Paradeplaats (Jl. Lapangan Banteng Timur), Waterlooplein. This luxurious palace was dreamt by Daendels to be the center of new Batavia and currently is the office for the Indonesian Ministry of Finance. The design was created by Lieutenant Colonel JC Schultze Guga who designed Societeit Hannonie and it includes a large main building with wings on each side of the office of the Governor General, whereas the government offices are in a separate building. There is also a guest house and stable for 120 horses. The foundation of this building uses old castle materials.   
The development plan for the Palace of Daendels was never realized according to its plans. During the Janssens administration (1811), only a simple roof was installed on top. While during the Raffles era, the development of the palace was discontinued and the court chose to remain in Rijswijk. The Palace of Daendels became a fragile and dirty building with an owl in front. During the Du Bus era, the development of the palace was continued by engineer Tromp to accommodate government offices. Construction was completed in 1828. The lower floors were used for a post office, state printing, and the Minister of Finance (1835). A white columned building accommodated the Supreme Court since 1 May 1848. In the beginning, nearly 19 years since the start of the development, nothing grand was found in the Palace of Daendels and the interior was arranged randomly without any artistic value.    

Noordwijk

encyclopedia/a04115c65ed289d2ba595fa13a52dbd7_1Now known as Jl. Juanda. Together withJacatraweg (Jl. Pangeran Jayakarta), Groote Zuiderweg (Jl. Gunung Sahari) and Molenvliet (Jl. Hayam Wuruk-Jl. Gadjah Mada), it is the first gold rectangle in Batavia. Intersecting Jl. Majapahit, it used to be a part of Kanaal Molenvliet in the south (1648). The development of Noordwijk was a part of the external security during the VOC era, to connect the Rijwijk fort with Noordwijk. This road was called “Road from Rijswijk to Noordwijk". When Noordwijk fort was demolished by the English, the name of the street was shortened to Noordwijk.
This area was a country seat for almost half a century before Daendels moved the government capital to the south of the city. Before developing into an elite residential area during the English era (1811-1816), this region was sparsely populated. There were only a number of native villagers, Chinese shops, and some land owned by high VOC officials. Along the road places were developed into famous boutiques, tailors, jewelers, and shoe shops in Batavia with several buildings such as both branches of Eigen Hulp, Combet building, Mayr & Co building, A. Herment & Bastiere building, Groote Clooster, and Hotel Ernst. 

Hendrik Arend Ludolf Wischer

encyclopedia/c82a531f3cfbbcd1c6d64e1d7c7e8f48_1 Born in Tarutung, Sumatera, 16 April 1893. He graduated from Rijksacademie in Amsterdam and returned to his country in 1919. He lived and worked in Bandung, Semarang, and Jakarta. He was a member of Batavia Kunstring and participated in several exhibitions between 1923-1936. Several of his water color paintings have been used to illustrate ‘De Zweep’, exhibited in 1922 and 1923. One of his oil paintings was titled Aren Palmen, exhibited in De Java - Bode on 27 October 1937. Throughout World War II, he was exiled by the Japanese and imprisoned. He was a famous painter with many works, portraitist, water color painter and muralist using impressionism with bright colors. His paintings reflected happiness and open mindedness. He passed away in Nijmegen, Netherlands, on 5 January 1968
He has held exhibitions in Bandung, Kunstkring, August, 1926 (joint exhibition); Jakarta, Kunstzaal Kolff & co, October 1935 (solo exhibition); Jakarta, Kunstzaal Kolff & Co, November 1937 (solo exhibition); Bandung, Societeit, December 1937 (joint exhibition); Jakarta, Hotel des Indes, February 1939 (solo exhibition); The Hague, Galerie Kunst Van Onze Tijd, March 1949 (solo exhibition); The Hague, Kunsthandel Martinus Liemur, June 1953 (solo exhibition). Among others, his work has been collected by Nijmeegs Museum Commanderie van St. Jan, Nijmegen (The Netherlands).

Hai Kamu!

Hai Kamu! Aku Ingin Mencintaimu Apa Adanya Karya: Tiny BM Hai kamu, yang datang tanpa rencana, membawa senyum kecil yang entah bagaimana ...